Sunday, June 23, 2013

kehidupan suku bajo pulau kaung


kehidupan suku bajo di pulau kaung yang kita bisa lihat dari kejauhan sini

 













Desa Pulau Kaung terletak di kecamatan Buer kabupaten Sumbawa dengan jarak tempuh 4 jam dari Mataram ibukota provinsi NTB. Desa ini merupakan perkampungan nelayan dengan di kelilingi hamparan laut yang luas dan pemandangan yang mempesona mata. Udara yang sejuk serta pemandangan yang indah dapat membuat kita relaksasi sejenak dari kepengatan kota. Masyarakat desa yang terkenal ramah dapat juga kita jumpai di desa ini. Masyarakat Desa Pulau Kaung sebagian besar berprofesi sebagai nelayan Desa Pulau Kaung memiliki 3 dusun, Desa Pulau Kaung mempunyai potensi keindahan alam yang dapat di manfaatkan untuk parawisata sebagai desa wisata bahari. Dengan adanya akses jalan yang mudah di tempuh, pemandangan yang indah, hamparan sawah yang luas serta lokasi yang berpotensi untuk dijadikan objek wisata. Di pulau ini sedikit ditemui lahan pertanian maupun peternakan. Lahan-lahan yang ada dimanfaatkan untuk membangun rumah tinggal. Ketiadaan lahan di atas membawa keunikan tersendiri, karena ternak (kambing) di pulau ini tidak hanya memakan dedaunan, tetapi juga kertas, ikan laut, dan kain-kain baju yang telah robek. Sebagian besar penduduknya adalah nelayan tradisional Kaung

Lingkungan Fisik Pemukiman : Sebagian besar rumah penduduk di desa atau pulau kaung adalah berupa rumah panggung yang terbuat dari kayu dan bersifat semi-permanen. Tata letak rumah penduduk cukup teratur dengan pola ‘grid’, tetapi pemilikan pekarangan rata-rata sempit dan tidak terdapat pembatas yang jelas antara pekarangan rumah penduduk yang satu dengan yang lainnya. Status kepemilikan rumah sebagian besar milik sendiri. Sumber penerangan pemukiman di pulau kaung adalah listrik juga terjangkau oleh jaringan pelayanan air dari Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) tapi aliran air ke rumah-rumah penduduk sering tergangu. Penduduk Pulau Kaung, membuang sampah ke laut, Cara pembuangan dan penanganan sampah di pulau Bungin dan Kaung adalah unik; penduduk memanfaatkan sampah sebagai bahan timbungan untuk memperluas daratan tempat hunian mereka. Cara ini telah terbukti dapat memperluas wilayah daratan sehingga mencukupi peningkatan kebutuhan akan ruang daratan untuk bangunan tempat tinggal akibat peningkatan jumlah penduduk di kedua pulau tersebut. Meskipun demikian, langkah-langkah pengamanan seperti: upaya konservasi, upaya menekan pertambahan penduduk (melalui KB) dan pendidikan serta peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Pulau Kaung perlu mulai dilakukan. Meskipun masih sedikit, upaya konservasi alam (terumbu karang dan hutan Bakau) tampak telah dilakukan di Pulau Kaung Upaya ini penting artinya karena dapat menggugah masyarakat untuk sadar pada arti pentingnya Terumbu Karang dan Hutan Bakau bagi kelangsungan hidup biota laut diperairan sekitar pemukiman masyarakat, yang mana sangat menentukan kelangsungan sumber pendapatan mereka
Potensi Sumberdaya Alam : Secara kasar, potensi prikanan laut yang dapat dimanfaatkan masyarakat di wilayah ini dapat didekati dengan potensi perikanan laut di perairan NTB, NTT dan Timtim, Potensi sumberdaya laut tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat walaupun belum optimal. Hai ini juga dibenarkan oleh data Dinas Perikanan Propinsi NTB yang menunjukan bahwa baru 14,80% dari potensi hasil penangkapan ikan laut di kabupaten Sumbawa yang sebesar 150.000 ton (untuk semua jenis ikan) dapat terealisasi. Sumber yang sama juga menunjukan bahwa rendahnya persentase produksi tersebut disebabkan oleh tingkat teknologi dan sarana budidaya serta penangkapan yang masih rendah, tradisional dan kurang jumlahnya. Sumberdaya laut di perairan wilayah ini juga berpotensi menghasilkan berbagai jenis biota lain, seperti kerang dan lobster yang dapat dijadikan bahan baku untuk menghasilkan produk-produk lain. Kedua jenis biota laut tersebut memperoleh nilai tambah setelah mendapat sentuhan tangan-tangan terampil yang menjadikannya berbagai jenis produk seni seperti: hiasan dinding dan berbagai macam asesoris
Alat Penangkapan Ikan : Sebagian besar penduduk Pulau Kaung menggunakan alat tangkap semi modern berupa perahu kayu yang mengunakan mesin, dan sebagain kecil lagi telah mengunakan peralatan modern berupa kapal penangkapan ikan ukuran menengah. Bagi nelayan yang menggunakan alat tangkap tradisional, wilayah penangkapan berada di sekitar perairan pulau sehingga lama waktu penangkapan tidak sampai satu hari. Sedangkan bagi nelayan yang menggunakan alat tangkap modern dan semi modern waktu penangkapan lebih dari tiga hari. Lama penangkapan biasanya 2 - 3 minggu karena menangkap ikan di sekitar Laut Flores dan hasil tangkapan langsung dijual ke Pelabuhan Benoa (Bali). Hasil tanggapan yang paling menguntungkan adalah lobster. Untuk pengawetan hasil ikan, menggunakan es yang sengaja dibawa sebelumnya Hasil tangkapan sebagian besar langsung dijual, terutama hasil tangkapan yang memiliki nilai ekonomi tinggi bila dijual dalam keadaan segar seperti udang, lobster. Sebagian kecil juga mengolah hasil tangkapan sebelum dijual, atau pengolahan hasil tangkapan yang tidak habis dijual, berupa pengasapan dan pembuatan ikan asin, yang umumnya dilakukan oleh kaum ibu. Nelayan di Pulau Kaung memanfaatkan kerang-kerangan untuk membuat kerajinan tangan berupa mata kalung dan mata cincin, hiasan dinding, dan cinderamata lainnya.
Teknologi : Tingkat teknologi pengelolaan perikanan yang diterapkan masyarakat bevariasi. Alat tangkap yang dominan digunakan oleh masyarakat di Pulau Kaung tergolong semi modern dan, bahkan ada yang telah menggunakan peralatan yang tergolong modern (seperti kapal bermotor). Tingkat teknologi alat tangkap yang digunakan erat kaitannya dengan daerah jangkauan penangkapan dan jumlah hari dalam satu shift penangkapan. Dengan alat tangkap yang lebih baik (modern) masyarakat di Pulau Kaung mampu menangkap ikan (udang Lobster) hingga ke perairan Timor timor dan kemudian menjualnya ke pasar Denpasar.
Hubungan Sosial : Masyarakat yang bermukim di Pulau Kaung sebagian besar memiliki hubungan keluarga yang berasal dari satu nenek moyang dari suku bajo. Figur ayah sebagai pencari nafkah dengan pergi melaut sampai berminggu-minggu menjadi tumpuan harapan istri dan anak-anaknya. Sementara kaum ayah mencari nafkah dengan berlayar, kaum ibu memegang peranan penting dalam pengelolaan rumah tangga dan mengurus anak.

No comments:

Post a Comment