Permainan
catur menurut Wikipedia pertama kali ditemukan di masyarakat Persia dan
Arab. Kata "catur" itu sendiri berasal dari kata "chaturanga," yang
dalam bahasa Sanskrit berarti "empat divisi ketentaraan."
Catur kemudian menyebar ke seluruh dunia dengan pelbagai varian permainan sampai kemudian kita kenal seperti sekarang.
Permainan ini awalnya menyebar sampai ke Timur Jauh dan India dan
menjadi salah satu pelajaran di keluarga kerajaan dan ningrat Persia.
Pemuka agama Budha, pedagang yang lalu-lalang di Jalan Sutra mulai
memperkenalkan papan catur untuk permainan ini.
Chaturanga masuk ke Eropa melalui Kejaraan Byzantine Persia, dan
menyebar ke Kekaisaran Arab. Pemeluk agama Islam kemudian membawa catur
ke Afrika Utara, Sisilia, dan Spanyol pada abad ke-10.
Permainan ini kemudian menjadi populer di Eropa. Dan, pada akhir abad
15, permainan ini lolos dari daftar permainan yang dilarang Gereja. Pada
abad modern mulai lahir buku-buku referensi catur, kemudian penggunaan
jam catur, serta sejumlah aturan permainan dan pemain-pemain hebat.
Sejarah Asal Usul Catur India
Asal-usul catur modern semula dikenal dengan nama Charuranga, yang
berkembang di India pada abad ke-6. Sejak awal permainan ini sudah
memperkenalkan dua pihak yang bermain, perbedaan buah catur dengan
kekuataan yang berbeda, dan kemenangan tergantung pada buah terakhir,
atau dalam catur modern ditandai dengan tumbangnya sang raja. Dalam
catur kuno, papan catur memiliki 100 kotak atau malah lebih.
Pada awal abad 19, sebuah pendapat disampaikan Kapten Hiram Cox dan
Duncan Forbes bahwa dulu catur dimainkan 4 orang sekaligus, termasuk
empat pemain dalam chaturanga.
Dalam terminologi sanskrit, "Chaturanga" berarti "memiliki empat bagian"
dan dalam puisi epos kepahlawanan kata itu juga berarti "tentara." Nama
itu sendiri bersumber dari sebuah formasi pertempuran dalam epos
Mahabrata yang terkenal di India. Chaturanga adalah sebuah simulasi
permainan perang guna memperlihatkan kekuatan strategi militer India
saat itu.
Ashtapada, kotak 8 x 8 di sebuah papan merupakan tempat bermain
Charuranga. Papan lain yang dikenal di India adalah Dasapada 10 x 10 dan
Saturankam 9 x 9.
Ilmuwan Arab Abu al-Hasan "Al? al-Mas"?d? memberi rincian tentang
penggunaan catur yakni sebagai sebuah alat strategi militer, matematik,
perjudian dan terkadang dihubungkan dengan ramalan nasib di India dan
tempat lainnya. Catatan Mas"?d? juga menunjukkan Ivory di India
merupakan daerah produsen alat permainan catur untuk pertama kali,
menyebarkan serta memperkenalkan permainan ini dari Persia ke India
semasa Kerajaan Nushirwan.
Kemudian terjadi evolusi pada permainan chaturanga yang dikenal dengan
nama Shatranj (chatrang), yakni sebuah permainan dua orang pemain yang
kekalahan dan kemenangan ditentukan melalui pembersihan terhadap semua
bidak lawan (kecuali raja) atau melalui penaklukan terhadap raja lawan.
Posisi pion dan kuda tidak berubah, tapi bidak lain mengalami perubahan
bentuk.
Sejarah Asal Usul Catur Timur Tengah
Karnamak-i Ardeshir-i Papakan, seorang pendiri Kekaisaran Sassanid
Persian di Irak memperkenalkan permainan chatrang sebagai salah satu
cara agar rakyat mengenangnya sebagai seorang pahlawan legendaris.
Catatan tertua tentang permainan ini dibuat pada abad ke-10 yakni notasi
permainan antara seorang sejarawan Baghdad dan muridnya.
Pada abad ke-11, Ferdowsi menuturkan seorang Raja datang dari India
untuk melakukan pertandingan di papan catur. Kisah ini diterjemahkan
dalam Bahasa Inggris berdasar manuskrip British Museum.
Suatu hari seorang duta besar Raja Hindu datang ke persidangan Persia di
Chosroes, dan setelah berbasa-basi, duta besar itu mempersembahkan
sebuah papan catur yang terbuat dari kayu eboni dan gading.
Ia lalu melontarkan tantangan: "Oh raja yang besar, temukanlah
orang-orang terpandai dan terbijak untuk memecahkan misteri permainan
ini. Jika mereka berhasil sesembahan kami Raja Hindu akan memberikannya
gelar. Namun jika ia gagal hal itu membuktikan tingkat kepandaian
penduduk Persia lebih rendah dan kami akan meminta petunjuk dari Iran."
Utusan itu kemudian menunjukkan papan catur yang ia bawa. Sehari
kemudian, setelah berpikir keras, Buzurjmihir, berhasil memecahkan
misteri itu dan kemudian mendapat gelar seperti yang dijanjikan.
Sejarah Asal Usul Catur Eropa
Variasi charunga masuk ke Eropa melalui Persia, seiring penyebaran
pengaruh Kerajaan Byzantine dan perluasan Kekaisaran Arab. Catur masuk
ke Eropa Selatan pada akhir milenium pertama.
Terkadang catur juga dibawa oleh pasukan yang menduduki tanah jajahan
baru, seperti saat Normandia memasuki wilayah Inggris. Catur semula
kurang populer di Eropa Utara –yang tak terbiasa berpikir abstrak— namun
perlahan-lahan menjadi populer saat bidak figuratif dikenalkan.
Nilai sosial menjadi kelebihan permainan ini –pada masa lalu permainan
ini dikaitkan dengan kehormatan dan kebudayaan tinggi— sehingga beberapa
papan catur dibuat dari bahan istimewa dan berharga mahal. Popularitas
catur melemah di masyarakat Barat antara abad 12 sampai 15 M. Saat itu
buku catur biasanya ditulis dalam bahasa Latin.
Pada perkembangannya catur kemudian dihubungkan dengan gaya hidup
ksatria Eropa. Peter Alfonsi dalam bukunya Disciplina Clericalis,
memasukkan catur ke dalam tujuh keahlian yang harus dimiliki seorang
ksatria.
Simbol-simbol perwira dan ketentaraan mulai masuk dalam catur. Raja
Henry I, Raja Henry II dan Raja Richard I dari Inggris merupakan patron
catur masa itu. Kerajaan lain yang menaruh perhatian serius pada
permainan ini adalah Raja Alfonso X Spanyol dan Raja Ivan IV dari Rusia.
Saat gereja mengeluarkan larangan terhadap berbagai permainan di
masyarakat, catur lolos dari daftar hitam. Santo Peter Damian
mengumumkan permainan ini menjauhkan dampak buruk bagi masyarakat.
Bishop Florence itu membela permainan ini karena melibatkan keahlian
serta "tidak seperti permainan lainnya."
Pada abad ke 12, buah catur mulai tetap, menjadi raja (king), ratu
(queen), gajah/patih (bishops), kuda (knights) dan benteng (rooks).
Bidak/pion (pawn) mulai dihubungkan dengan pasukan infantri.
Perbandingan terminologi catur menurut Sanskrit, Arabic, Latin dan English
|
No comments:
Post a Comment